Abstrak
Dunia perbankan saat ini mengalami perkembangan yang pesat seiring
dengan kemajuan teknologi digital, termasuk juga perbankan syari’ah. Seiring
dengan kemajuan tersebut, alat pembayaran yang efektif dan praktis menjadi hal
yang sangat diperlukan ketika transaksi perdagangan terjadi, orang akan
berbelanja tidak perlu lagi repot-repot membawa uang dalam jumlah yang
besar, tetapi cukup dengan membawa sehelai kertas plastik seukuran KTP yang
disebut dengan Kartu Kredit ( Credit Card).
Gebrakan kartu kredit perbankan konvensional membuat perbankan
syari’ah ikut kreatif memproduk kartu kredit syari’ah yang dalam bahasa fiqh
dikenal dengan Bithaqah al-Iqrad.
Dalam tulisan ini, penulis ingin mengetahui (1) jenis-jenis akad
yang digunakan dalam aplikasi kartu kredit syari’ah. (2) perbedaan kartu kredit
syari’ah dengan kartu kredit konvensional. (3) bagaimana tinjauan hukum Islam
terhadap multi akad muamalah yang digunakan dalam aplikasi kartu kredit
syari’ah, sehubungan ada hadits Nabi riwayat Turmudzi yang melarang melakukan
satu akad dalam dua transaksi.
Hasil penelitian pustaka ditemukan bahwa (1) jenis-jenis akad yang
digunakan dalam aplikasi kartu kredit syari’ah adalah akad qardh, al-bai’,
ijarah dan kafalah. (2) perbedaan kartu kredit syari’ah dengan
kartu kredit konvensional terletak pada cara pengambilan keuntungan, kalau
kartu kredit syari’ah pengambilan keuntungan bagi bank diperoleh lewat
perolehan fee ijarah, fee kafalah dan membership fee (iuran tahunan), sedangkan
dalam kartu kredit konvensional pengambilan keuntungan bagi bank, disamping
lewat seperti yang diperoleh bank syari’ah, juga diperoleh dari denda-denda keterlambatan
tunggakan angsuran dari pemegang kartu dan mengutamakan dari bunga berbunga
yang dibebankan kepada pemegang kartu.(3) Multi Akad Muamalah yang digunakan
dalam aplikasi kartu kredit syari’ah tidak termasuk kedalam larangan hadits
Nabi riwayat Turmudzi.
Kata Kunci : Syari’ah Card, Multi Akad, Hukum Muamalat
A.
Pendahuluan
Dunia perbankan saat
ini mengalami perkembangan yang pesat seiring dengan kemajuan teknologi
digital, termasuk juga perbankan syari’ah. Uang yang menjadi obyek utama
perbankan telah mengalami perubahan yang cukup signifikan dan bahkan lebih
modern.
Seiring dengan kemajuan
tersebut, alat pembayaran yang efektif dan praktis menjadi hal yang sangat
diperlukan ketika transaksi perdagangan terjadi, orang akan berbelanja tidak
perlu lagi repot-repot membawa uang dalam jumlah yang besar, tetapi
cukup dengan membawa sehelai kertas plastik seukuran KTP yang disebut dengan
Kartu Kredit ( Credit Card).
Gebrakan kartu
kredit pada perbankan konvensional membuat perbankan syari’ah ikut kreatif
memproduk kartu kredit yang bercorak
syari’ah, yang dikenal dalam bahasa fiqhnya adalah “Bithaqah
al-Iqrad”.
Produk Bithaqah
al-Iqrad (Syari’ah Card) bagi Perbankan Syari’ah, disamping untuk meraih
pangsa pasar, juga untuk menjalankan pergerakan keuangan sebagai wahana bagi
masyarakat muslim untuk berta’awun dan ber-iktinaz[1]
Keberadaan kartu
kredit sebagai akibat perkembangan teknologi, disamping sebagai alternatif
alasan bagi pengguna uang yang lebih efektif dan praktis, juga merupakan nilai
prestise tertentu bagi pengguna jasa tersebut.[2]
Berdasarkan perspektif
diatas, Tujuan dalam tulisan ini, untuk mengetahui (1) Jenis-jenis akad yang
terjadi ketika orang melakukan aplikasi kartu kredit sejak dari awal penerbitan
kartu sampai berbelanja di Swalayan atau Grand Mall maupun ketika pemegang
kartu itu melakukan penarikan tunai di ATM (2) Perbedaan kartu Kredit Syari’ah
dengan Kartu Kredit Konvensional. (3) bagaimanakah tinjauan hukum Islam
terhadap multi akad yang terjadi dalam mekanisme penggunaan kartu kredit,
sehubungan dengan ada hadits Saw Riwayat Turmudzi dari Abu Hurairah yang
melarang melakukan satu akad dalam dua transaksi
B.
Sejarah Singkat dan
Pengertian Kartu Kredit
Awal mula muncul
Kartu Kredit, ketika seorang pengusaha besar di New York Amerika Serikat tahun 1950 sedang menjamu atau bahasa gaulnya
“ mentlaktir “ teman-temanya di sebuah restoran. Ketika selesai perjamuan, ketika
tagihan datang dari pegawai restoran, pengusaha besar itu sangat terkejut dan
“grogi” ketika mengambil dompetnya tidak ada atau tertinggal (tidak terbawa).
Dalam keadaan panik pengusaha besar tersebut, terpaksa meninggalkan semacam
kartu identitas sebagai jaminan kepada pihak Restoran.[3]
Berdasarkan kejadian
yang tidak disengaja itu, pengusaha menjadi malu dan akhirnya terbesit sebuah
ide atau gagasan yang cemerlang untuk melakukan
pembayaran dengan menggunakan alat yang sederhana semacam kartu yang
dapat menggantikan uang tunai. Akhirnya pada tahun 1950 kartu kredit mulai
dipasarkan sebagai alat pembayaran dan pengganti uang tunai.[4]
Kartu Kredit (Credit
Card) adalah kartu yang diterbitkan oleh Bank atau lembaga lain yang
mengizinkan bagi pemilik (pemegang) kartu untuk mendapatkan kebutuhannya dengan
cara pinjaman. Kartu Kredit Syari’ah dalam bahasa Arab dikenal dengan “Bithaqah
al-Iqrad”, istilah ini lebih tepat, karena al-iqrad adalah sistem
hutang pihutang yang sejak proses
persyaratan sampai pelunasan pinjaman
dibangun berdasarkan syari’ah.[5]
C.
Karakter dan Macam-Macam Kartu Kredit
Kartu Kredit dilihat
dari segi hukum terdapat dua karakter atau sifat yaitu transaksi finansial dan
kredit. Adapun dilihat dari sisi akad transaksi, kartu kredit itu jangkauan
penggunaannya sangat luas, seperti transaksi jual beli biasa, baik jual beli
barang atau jasa. Dengan demikian, akad ini menjadi instrumen yang telah
disepakati oleh pakar-pakar perbankan untuk memberikan kesempatan kepada
pemegang kartu itu mendapatkan semua yang dibutuhkannya secara kredit dan
dilunasinya pada waktu yang telah ditentukan.[6] Jenis kartu ini
yang paling banyak beredar dikalangan masyarakat modern, dengan kelebihan dan
keistimewaannya yang tidak dimiliki oleh kartu lainnya, antara lain (1) kartu
ini dipandang sebagai instrumen kredit yang hakiki, yang menjadi dasar
pertimbangan dasar pembentukan akad antara issur bank (Bank Penerbit
Kartu) dengan cadr Holder (Pemegang Kartu). (2) Bagi yang ingin
mendapatkan kartu kredit tersebut tidak harus memiliki rekening tabungan di
Bank issur card. (3) pemegang kartu tidak dituntut harus segera melunasi
kreditnya, bahkan dibayar selama batas waktu yang telah disepakati antara issur
card dengan card holder. (4) pelunasannya dilakukan dengan cara
cicilan. (4) sebagian bank menerbitkan jenis kartu ini kadangkala tanpa melihat
kepada pendapatan calon pemegang kartu (Card Holder).[7] Jenis-jenis kartu
kredit tersebut adalah Visa Card, Master Card Dinars Card dan American Card.
Jenis-jenis kartu
lain yang hampir sama dengan kartu kredit adalah : (1) Change Card yaitu
kartu yang diterbitkan oleh issur bank kepada card holder untuk
memperoleh kredit pada masa tertentu sesuai dengan kualifikasinya dan semuanya
harus dilunasi pada masa yang telah disepakati sebelumnya. Issur bank akan
menetapkan denda finasial dan bunga ketika terjadi keterlambatan pembayaran.[8] Jenis kartu ini
tidak memberikan fasilitas cicilan dengan jumlah tertentu, tetapi merupakan
suatu cara yang mudah mendapatkan kredit dalam batas minimal yang harus
dibayarkan tiap bulannya. Karakter jenis kartu ini adalah pihak issur bank
memberikan kesempatan kepada card holder untuk berbelanja dan menarik
uang tunai dalam batas tertentu dan pada tempo tertentu, tanpa adanya angsuran
dalam membayarkan jumlah tersebut. Apabila card holder terlambat dalam melunasi kredit tersebut maka ia diharuskan
membayar bunga sesuai dengan perjanjian antara issur bak dengan card holder.[9] Perbedaan prinsip
antara credit card dengan change card terletak pada cara
membayarnya, kalau credit card card holder boleh memilihnya baik dengan
cara angsuran atau sekaligus semua tagihan, sedang dalam change card, card
holder dituntut untuk membayar semua tagihan di akhir bulan. (2) Debid
Card yaitu penerbitan kartu ini mengharuskan pihak card holder
memiliki rekening tabungan bank penerbit kartu, sehingga memberikan kesempatan
kepada pihak issur bank untuk menarik (debit) dana card holder secara
langsung dari tabungannya senilai barang atau jasa yang diperolehnya lewat
penggunaan kartu debit tersebut. Jenis kartu ini semacam Kartu ATM yang
sekaligus berfungsi sebagai alat pembayaran dalam transaksi bisnis atau jual
beli barang atau jasa. Perbedaannya dengan credit card yaitu pada bank
harus membayarkan nilai nominal yang tercantum dalam nota/dokumen yang
diberikan oleh merchant. Adapun dalam debit card bank tidak punya hubungan
dengan pinjaman, tetapi langsung mendebit nilai barang atau jasa yang dibeli card
holder dari rekeningnya dan dimasukkan ke dalam rekening merchant tanpa
melalui proses lain.[10]
D.
Unsur-Unsur Kartu
Kredit Syari’ah
Pihak-Pihak yang
terkait dengan aplikasi kartu kredit syari’ah secara garis besar adalah (1) Mushdir al-Bithaqah (Penerbit Kartu) adalah pihak yang menerbitkan
dan mengelola kartu kredit, yang dalam hal ini adalah pihak Bank atau Lembagai
keuangan lain. (2) Hamil al-Bithaqah (Pemegang Kartu) adalah nasabah
bank sebagai card holder yang telah memenuhi persyaratan tertentu untuk diizinkan
menggunakan kartu kredit. (3) Qobil al-bithaqah (Penerima Kartu),
dalam hal ini Merchant dan Pedagang, yang ditunjuk oleh
penerbit kartu untuk melayani transaksi dan menerima pembayaran atau penjualan
barang atau jasa dengan kartu kredit, dan termasuk jaringan ATM yang ada
diseluruh Negara.
E.
Mekanisme Aplikasi
Kartu Kredit Syari’ah
1. Permohonan Penerbitan
Kartu Kredit
a. Nasabah (Card
Holder) mengajukan permohonan kartu dengan memenuhi peraturan yang telah
ditentukan, yaitu mengisi formulir permohonan kartu kredit, menyerahkan foto
copi bukti diri (KTP) dan menyerahkan slip gaji atau surat ketarangan penghasilan.[11]
b. Bank atau lembaga
keuangan setelah menyetuji permohonan nasabah, sebelum menerbitkan kartu
kredit, pihak bank atau lembaga keuangan mensurve atau meneliti langsung ke
alamat calon pemegang kartu kredit (nasabah-card holder) atau cukup lewat
telpon bahkan ada yang langsung diterbitkan kartu kreditnya karena nasabah
dipandang sudah bonafit dalam kemampuan finansial.[12]
c. Jika sudah terpenuhi
persyaratan yang dimaksud, pihak nasabah mendapatkan kartu kredit dari Bank
tersebut dengan kesepakatan segala biaya yang harus dikeluarkan ketika kartu
kredit tersebut akan digunakan, semisal fee tahunan (membership fee), merchant
fee, fee penarikan tunai, fee kafalah dan fee sebagai denda keterlambatan
terhadap biaya-biaya yang telah dikeluarkan akibat keterlambatan pemegang kartu
dalam membayar kewajibannya yang telah jartuh tempo. Semua bentuk fee ini
ditetapkan secara jelas dan tetap ketika akad berlangsung kecuali merchant
fee, karena nominal merchant fee belum bisa dijelaskan secara pasti dan
sangat tergantung dari jenis transaksinya.[13]
Membership Fee adalah iuran
keanggotaan, termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang kartu,
sebagai imbalan (ujrah) atas izin menggunakan kartu yang pembayarannya
berdasarkan kesepakatan. Merchant fee yaitu fee yang diberikan oleh
merchant kepada penerbit kartu sehubungan dengan transaksi yang menggunakan kartu sebagai imbalan (ujrah)
atas jasa perantara (samsaroh), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil
al-Dayn). Fee penarikan uang tunai adalah fee atas penggunaan fasilitas
kemudahan penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud) dari ATM sebagai fee atas
pelayanan yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan. Fee Kafalah
berarti penerbit kartu (pihak Bank atau lembaga keuangan) boleh menerima
fee dari pemegang kartu atas pemberian kafalah.[14]
2. Mekanisme Penggunaan
Kartu Kredit
a. Berbelanja di
Merchant (Grand Mall atau Swalayan)
Pertama, ketika melakukan transaksi pembelian barang,
pemegang kartu cukup menunjukkan atau menyodorkan kartu kreditnya kepada pihak
merchant. Pihak Merchant menggesekan kartu tersebut pada sales draft dan
muncul draf rincian nominal belanja yang kemudian pemegang kartu untuk menanda
tanganinya dan pemegang kartu mendapatkan salinan draf tersebut. Kedua,
Pihak Merchant akan menagihkan kepada Bank Penerbit Kartu atau lembaga keuangan
berdasarkan bukti transaksi antara pemegang kartu dengan merchant.
Ketiga, Bank penerbit kartu atau lembaga keuangan akan membayar
kembali kepada merchant sesuai dengan perjanjian yang telah mereka sepakati.
Keempat, Pihak Bank atau lembaga keuangan akan menagih ke pemegang kartu
berdasarkan bukti transaksi pembelian sampai batas waktu yang ditentukan.
Kelima, Pemegang kartu akan membayar sejumlah nominal yang tertera dalam surat
tagihan sampai batas waktu yang ditentukan dan apabila terjadi keterlambatan,
maka pemegang kartu akan dikenai denda yang besar sesuai dengan ketentuan Bank
Penerbit Kartu.[15] Kadangkala ada
sebagian Bank Penerbit Kartu memotong lasung dari rekening card holder sebagai
cicilan tiap bulan ditambah dengan biaya bunga atas kredit yang dipakainya dan
ada juga bank yang tidak memotong langsung dari rekening tabungannya tetapi
card holder sendiri yang menyetornya ke Bank baik lewat ATM atau langsung ke
Kantor Cabang Bank Penerbit Kartu, hal ini sangat tergantung dari strategi Bank
tersebut sesuai dengan kepentingannya
dan kebutuhan para nasabahnya.[16]
b. Penarikan uang Tunai
di ATM Bank Penerbit Kartu atau Bank Lain (ATM Bersama.
Pemegang Kartu Kredit dapat mengambil uang tunai di berbagai ATM
yang tersebar di semua Negara, dengan prosedur cukup memasukkan kartu kreditnya
di mesin ATM dengan mengetik PIN Kartu Kredit dan memilih menu penarikan tunai
dengan jumlah menurut keinginan pemegang kartu. Dalam tenggang atau tempo satu
bulan, pihak Bank Penerbit Kartu melakukan penagihan dengan mengirim surat
tagihan yang berisi rincian nominal tarik tunai dan besar fee atas jasa
penggunaan ATM Bank penerbit kartu atau Bank Lain yang tergabung dalam ATM
Bersama. Pemegang kartu akan membayar sesuai dengan nominal tarik tunai
ditambah nominal fee atas jasa pelayanan penggunakan ATM yang dapat
dikategorikan sebagai fee ijarah.[17]
F.
Jenis-Jenis Akad Muamalah Dalam Mekanisme
Penggunaan Syari’ah card
Mencermati mekanisme
aplikasi kartu kredit sejak dari permohonan kartu kredit oleh nasabah kepada
Bank atau lembaga keuangan sampai ketika nasabah melakukan perbelanjaan di
Grand Mall atau swalayan maupun ketika melakukan penarikan uang tunai di ATM
Bank penerbit Kartu atau Bank lain (ATM Bersama), maka secara hukum Muamalat
terjadi multi atau kombinasi akad yaitu Akad Qardh, al-Ba’i (Jual
Beli), Ijarah dan Kafalah.
Akad Qardh, (1)
ketika terjadi perjanjian permohonan kartu kredit antara pihak penerbit kartu
(Bank atau Lembaga Keuangan) sebagai Muqridh ( pihak pemberi pinjaman
atau kreditur) dengan pemegang Kartu (Nasabah) seebagai Muqtaridh (pihak
penerima pinjaman atau Debitur). (2) ketika terjadi penarikan uang tunai di
ATM, pihak Bank Penerbit Kartu sekaligus pemilik ATM sebagai muqridh, sedang
pemegang kartu atau penarik tunai di ATM sebagai muqtaridh.[18]
Akad al-Bai’ ( Jual
Beli ), ketika terjadi transaksi antara pihak Merchant (Grand Mall atau Swalayan)
sebagai Penjual dengan Pemegang kartu sebagai pembeli.
Akad Ijarah,
dalam hal ini Penerbit kartu adalah sebagai penyedia jasa sistem pembayaran dan
pelayanan terhadap pemegang kartu ketika melakukan transaksi berbelanja maupun
melakukan penarikan uang tunai di ATM
dengan segala kemudahannya yang disebut dengan membership fee dan fee ijarah.[19]
Akad Kafalah,
dalam hal ini penerbit Kartu (Bank atau Lemabaga Keuangan) sebagai Kafil
(penjamin) bagi pemegang kartu terhadap Merchant (Grand Mall atau
Swalayan) atas kewajiban bayar yang timbul dari transaksi antara pemegang kartu
dengan Merchant, dan/atau ketika penarikan tunai dari selain bank atau
ATM Bank Penerbit Kartu. Atas pemberian kafalah, pihak penerbit kartu dapat
menerima fee dari pemegang kartu yang disebut dengan ujrah kafalah (upah
penjaminan).[20]
Penjelasan
jenis-jenis akad muamalah dalam mekanisme penggunaan kartu kredit syari’ah
diatas, dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut :
a.
Persamaan
Baik kartu kredit konvensional maupun kartu kredit syari’ah
memiliki persamaan dalam hal iuran tahunan, pagu limit berdasarkan jenis kartu,
menggunakan jasa layanan penyedia kartu global (Master Card), dapat digunakan
untuk kegiatan dasar yaitu pembayaran secara kredit di merchant penyedia kartu
global tersebut dan pembayaran tagihan bulanan seperti listrik, air dan telpon.[21]
b. Perbedaan
Kartu Kredit Syari’ah menggunakan skema unik berdasarkan sistem
syari’ah yaitu akad ijarah, kafalah dan qardh. Akad Ijarah
adalah biaya keanggotaan (iuran
tahunan), kafalah adalah penjaminan transaksi, sedangkan qardh adalah
pemberian pinjaman untuk pengambilan tunai.[22]
Kartu Kredit Konvensional disamping mengambil keuntungan dari akad.
Seperti membership fee , denda keterlambatan dan fee penarikan tunai di ATM,
juga yang tidak kalah pentingnya adalah mengutamakan sistem bunga berbunga
berdasarkan pengamatan penulis pada kartu kredit BNI konvensional mencapai 3 –
4 persen per bulan. Kartu Kredit Konvensional ,bentuk-bentuk denda atas
keterlambatan angsuran menjadi keuntungan Bank Penerbit Kartu Kredit
Konvensional, sedang dalam kartu kredit syari’ah, bentuk-bentuk denda tersebut
tidak menjadi keuntungan Bank Syari’ah, dan bukan jumlah bunga berbunga, tetapi
dijadikan sebagi produk qardhul hasan yang akan disumbangkan ke Bazis
dan bukan hak bank. Bnetuk denda dalam bank syari’ah ada dua macam, yaitu denda
pertama adalah ta’widh sebagai biaya penagihan bank yang besarnya sesuai
dengan ketentuan yang disepakati antara card holder dengan Bank Penerbit
Kartu. Denda kedua adalah denda keterlambatan yang besarnya berkisar 2-3 % dari
jumlah tagihan.[23]
H.
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Multi Akad
Dalam Transaksi syari’ah Card
Permasaahan
yang muncul akibat dari terjadi kombinasi akad dalam pengunaan kartu kredit
syari’ah berbenturan dengan hadits nabi saw yang melarang dua transaksi dalam
satu akad atau satu akad dalam dua transaksi, (Hadits Riwayat Turnudzi dari Abu
Hurairah). Makna satu akad dalam dua transaksi dalam hadits tersebut masih
menjadi perdebatan para ulama fiqh.[24]
Terlepas pro
dan kontra tentang pemaknaan hadits tersebut, menurut hemat penulis dengan
mengacu pada pendapat ulama Hanabilah, Malikiyah, dan Syafi’iyyah ketika
membicarakan perpaduan akad jual beli dengan sewa atau akad sewa yang
diakhiri dengan kepemilikan barang
ditangan penyewa. Mereka sepakat bahwa akad sewa bisa digabungkan dengan akad
jual beli dalam satu transaksi, karena tidak ada hal yang menafikan subtansi
kedua akad sepanjang kesepakatan atau syarat tersebut tidak bertentangan nash
syara’ atau merusak kaidah syar’iyyah atau syarat-syarat tersebut
menghilangkan subtansi akad.[25]
Akibat logis dari pendapat ulama
Hanabilah, Malikiyah dan Syafi’iyyah, maka multi akad yang terjadi dalam
mekanisme penggunaan kartu kredit syariah, sepanjang syarat-syarat yang
diperjanjikan dalam akad tidak berlawanan dengan hukum Islam. Hal ini sesuai
dengan hadits Nabi Saw : “ Orang-orang muslim terikat dengan syarat-syarat
mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal, atau menghalalkan yang
haram (HR. Turmudzi dari Abu Hurairah)[26]
Kebolehan
transaksi dalam kartu kredit yang
didalamnya terdapat gabungan beberapa akad, di samping mengacu pada
pendapat ulama Hanabilah, Malikiyah dan Syafi’iyyah diatas, juga didasarkan
pada kaidah fiqh (hukum Islam ) : “Tidak dapat diingkari adanya perubahan
hukum lantaran berubahnya masa”.[27] Hukum yang
ada masa lalu didasarkan pada maslahah ketika itu, namun masa kini, maslahah
telah berubah, maka hukumpun ikut berubah. Kaidah ini hanya berlaku di
bidang muamalat dan bukan pada bidang ibadah.45
Maksud kaidah hukum Islam
tersebut, jika dikaitkan dengan ketentuan hukum larangan hadits riwayat
Turmudzi tentang dua transaksi dalam satu akad, maka pemahaman hadits dimaksud
menghendaki pemahaman yang kontekstual, artinya ketentuan hukum larangan dua
transaksi dalam satu akad dalam hadits Turmudzi didasarkan pada kondisi maslahah
pada waktu itu, namun kondisi maslahah saat ini telah berubah, maka
hukumpun ikut menyesuaikan maslahah tersebut.
Kombinasi atau multi akad
dalam penggunaan kartu kredit, hakekatnya hanya satu akad yang terjadi yaitu
akad qardh antara Bank penerbit kartu (pihak pemberi hutang) dengan pemegang
kartu (pihak yang menerima hutang).
Sedangkan akad-akad lain yang menyertai penggunaan kartu kredit terjadi
karena ada pihak-pihak lain yang pada intinya sebagai sarana untuk
memudahkan pemegang kartu memenuhi
kepentingan dan kebutuhan hidupnya.
I.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Akad – akad muamalah yang menyertai mekanisme penggunaan kartu
kredit syari’ah adalah (a) akad Qard, ketika pemegang kartu (sebagai
muqtaridh-debitur) mengajukan permohonan kartu kredit kepada Bank penerbit
kartu(sebagai muqridh-kreditur) dan ketika pemegang kartu melakukan penarikan
tunai di ATM. (b) akad al-bai’ (jual beli), ketika pemegang kartu
melakukan transaksi berbelanja di
merchant atau ditempat lain. (c) akad kafalah, yaitu Penerbit Kartu
adalah penjamin (Kafil) bagi pemegang kartu terhadap merchant (swalayan) atas
semua kewajiban bayar akibat transaksi antara pemegang kartu dengan
merchant(swalayan) dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank
penerbit kartu. (d) akad ijarah, dimana Penerbit kartu adalah penyedia
jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu ( Pemegang kartu
dikenakan membership fee)
2. Perbedaan kartu kredit syari’ah dengan kartu kredit konvensional.
Kartu Kredit Syari’ah dalam Pengambilan keuntungan lewat skema unik yaitu akad ijarah,
dan kafalah. Akad ijarah adalah iuran tahunan (biaya keanggotaan). Kafalah
adalah fee penjaminan transaksi dll.
Kartu Kredit Konvensional dalam Pengambilan keuntungan disamping mendapatkan membership
fee, fee ijarah, termasuk segala macam denda keterlambatan pemegang
kartu atas kewajiban bayar yang telah jatuh tempo, juga yang tidak kalah
penting adalah mengutamakan adanya bunga berbunga yang dibebankan kepada
pemegang kartu sebesar 2-4 % perbulan terhadap nominal jumlah hutang.
3. Multi akad muamalah yang terjadi dalam penggunakan kartu kredit
syari’ah diperbolehkan dalam hukum Islam dan tidak termasuk kategori larangan
hadits terhadap satu akad dalam dua transaksi dengan mendasarkan pada dalil
hukum maslahah.
Daftar Pustaka
Abdul Wahab Ibrahim Abu sulaiman, 2006, Banking
Card Syari’ah Kartu Kredit dan Debid
Dalam Perspektif Fiqh, Jakarta : PT RajGrafindo Persada
Ahmad Ifham Solihin, 2008, Ini Lho, Bank
Syari’ah, Jakarta : PT Grafindio Media Pratama
Al Amien Ahmad,1998, Jual beli Kredit,
Jakarta ; Gema Insani.
Arifin, 2002, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syrai’ah, Jakarta
: Alvabe
Asmuni A. Rahman, 1976, Qa’idah Qa’idah
Fiqih, Jakarta ; Bulan Bintang
Harun, 2008, Bisnis Waralaba Perspektif
Hukum Islam Tinjauan Aspek Yuridis Peraturan Waralaba di indonesia, Surakarta : Tesis Pasca Sarjana Ilmu Hukum UMS
Kasmir, 2002 , Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hal. 320.
Muhammad Kholidin,2003, Kartu Kredit
Perspektif Hukum Islam, Surakarta : Skripsi FAI – UMS
Muhammad Syafi’i Antonio, 2002, Bank
Syari’ah dari Teori ke Praktek, Jakarta : Gema Insani,
Turmudzi, 2002, Sunan al-Turmudzi wa huwa
al-Jami’u al-Shahih , Beirut ; Dar al-Kutub al-Ilmiyah
Wahbah az-Zuhaili, 2002, al-Muamalah al-Maliyah al-Mu’ashirah, Damaskus ; Dar al-Fikr.
[1]
Arifin, 2002, Dasar-Dasar Manajemen
Bank Syrai’ah, Jakarta : Alvabet, hal.13. Iktinaz yaitu menahan uang
dan membiarkannya menganggur atau tidak berputar dikalangan yang lebih luas.
[2]
Muhammad Kholidin,2003, Kartu Kredit Perspektif Hukum Islam, Surakarta,
FAI, hal. 4
[3] Ibid.,
hal 18
[4] Ibid.
[5] Abdul
Wahab Ibrahim Abu sulaiman, 2006, Banking Card Syari’ah Kartu Kredit dan Debid Dalam Perspektif Fiqh, Jakarta
: PT RajGrafindo Persada, hal.4
[6]
Ibid., hal. 48.
[7]
Ahmed A. Melhem, 1990, The Legal Regime Card a Comparatifve Studi Between
American, British and Kuwait with References to Credit Card, thesis for degree
of Ph. D in faculty of Law, Uni. Of Exeter, dalam Abdul wahab Ibrahim Abu
Sulaiman, 2006, Op.Cit., hal. 48-49.
[8]
Ibid., hal. 52.
[9]
Ibid., hal. 53.
[10]
Ibid, hal.62 – 63.
[11]
Muhammad Kholidin, Op.Cit., hal.22
[12]
Ibid.
[13]
Ahmad Ifham Slihin, 2008, Ini Lho, Bank Syari’ah, Jakarta : PT Grafindio
Media Pratama, hal. 231
[14]
Ibid. Kafalah adalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil –
pihak penerbit kartu) kepada pihak ketiga (merchant- swalayan/pedangang) untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (Pemegang Kartu).(Lihat
Muhammad Syafi’i Antonio, 2002, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, Jakarta :
Gema Insani, Hal. 123 )
[15]
Kasmir, 2002 , Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, hal. 320.
[16]
Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, Op.Cit., hal. 50.
[17]
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atau manfaat atas barang/jasa dalam
batas tertentu dg pembayaran upah (sewa) tanpa diikuti pemindahan kepemilikan.(
Lihat Harun, 2008, Bisnis Waralaba
Perspektif Hukum Islam Tinjauan Aspek Yuridis Peraturan Waralaba di indonesia, Surakart : Tesis Pasca Sarjana Ilmu Hukum UMS,
hal. 59
[18]
Ahmad Ifham Solihin, Op.Cit., hal. 230
[19]
Ibid.
[20]
Ibid. Hal. 229
[21]
Ahmad Ifham Solihin, Op.Cit., hal.233
[22]
Ibid., hal. 232
[23]
Ahmad Ifham Solihin, Op.Cit., hal. 234.
[24]
Pendapat Imam Turmudzi mengatakan sebagian ahli ilmu menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan dua transaksi dalam asatu akad adalah seorang penjual mengatakan
saya menjual baju ini seharaga sepuluh ribu secara kontan dan dua puluhribu
secara kredit.(lihat Al Amien Ahmad,1998, Jual beli Kredit, Jakarta ;
Gema Insani.hal. 30). Imam Syafi’i mengatakan yang dimaksud dengan dua
transaksi dalam satu akad adalah jika seorang penjual mengatakan saya menjual
rumahku kepadamu dengan harga sekian dengan syarat kamu harus menjual anakmu
dengan harga sekian
[25]
Wahbah az-Zuhaili, 2002, al-Muamalah
al-Maliyah al-Mu’ashirah,
Damaskus ; Dar al-Fikr., hal.410-412
[26]
Turmudzi, 2002, Sunan al-Turmudzi wa huwa al-Jami’u al-Shahih , Beirut ;
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Cet. I, hal. 320.
[27]
Asmuni A. Rahman, 1976, Qa’idah Qa’idah Fiqih, Jakarta ; Bulan Bintang,
hal. 107-108