Senin, 29 April 2013

MULTI AKAD MUAMALAH DALAM APLIKASI SYARI’AH CARD (KARTU KREDIT SYARI’AH) : PENDEKATAN HUKUM MUAMALAT



Abstrak

Dunia perbankan saat ini mengalami perkembangan yang pesat seiring dengan kemajuan teknologi digital, termasuk juga perbankan syari’ah. Seiring dengan kemajuan tersebut, alat pembayaran yang efektif dan praktis menjadi hal yang sangat diperlukan ketika transaksi perdagangan terjadi, orang akan berbelanja tidak perlu lagi repot-repot membawa uang dalam jumlah yang besar, tetapi cukup dengan membawa sehelai kertas plastik seukuran KTP yang disebut dengan Kartu Kredit ( Credit Card).
Gebrakan kartu kredit perbankan konvensional membuat perbankan syari’ah ikut kreatif memproduk kartu kredit syari’ah yang dalam bahasa fiqh dikenal dengan Bithaqah al-Iqrad.
Dalam tulisan ini, penulis ingin mengetahui (1) jenis-jenis akad yang digunakan dalam aplikasi kartu kredit syari’ah. (2) perbedaan kartu kredit syari’ah dengan kartu kredit konvensional. (3) bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap multi akad muamalah yang digunakan dalam aplikasi kartu kredit syari’ah, sehubungan ada hadits Nabi riwayat Turmudzi yang melarang melakukan satu akad dalam dua transaksi.
Hasil penelitian pustaka ditemukan bahwa (1) jenis-jenis akad yang digunakan dalam aplikasi kartu kredit syari’ah adalah akad qardh, al-bai’, ijarah dan kafalah. (2) perbedaan kartu kredit syari’ah dengan kartu kredit konvensional terletak pada cara pengambilan keuntungan, kalau kartu kredit syari’ah pengambilan keuntungan bagi bank diperoleh lewat perolehan fee ijarah, fee kafalah dan membership fee (iuran tahunan), sedangkan dalam kartu kredit konvensional pengambilan keuntungan bagi bank, disamping lewat seperti yang diperoleh bank syari’ah, juga diperoleh dari denda-denda keterlambatan tunggakan angsuran dari pemegang kartu dan mengutamakan dari bunga berbunga yang dibebankan kepada pemegang kartu.(3) Multi Akad Muamalah yang digunakan dalam aplikasi kartu kredit syari’ah tidak termasuk kedalam larangan hadits Nabi riwayat Turmudzi.

Kata Kunci : Syari’ah Card, Multi Akad, Hukum Muamalat


A.   Pendahuluan
Dunia perbankan saat ini mengalami perkembangan yang pesat seiring dengan kemajuan teknologi digital, termasuk juga perbankan syari’ah. Uang yang menjadi obyek utama perbankan telah mengalami perubahan yang cukup signifikan dan bahkan lebih modern.
Seiring dengan kemajuan tersebut, alat pembayaran yang efektif dan praktis menjadi hal yang sangat diperlukan ketika transaksi perdagangan terjadi, orang akan berbelanja tidak perlu lagi repot-repot membawa uang dalam jumlah yang besar, tetapi cukup dengan membawa sehelai kertas plastik seukuran KTP yang disebut dengan Kartu Kredit ( Credit Card).
Gebrakan kartu kredit pada perbankan konvensional membuat perbankan syari’ah ikut kreatif memproduk  kartu kredit yang bercorak syari’ah,   yang dikenal dalam bahasa fiqhnya adalah “Bithaqah al-Iqrad”.
Produk Bithaqah al-Iqrad (Syari’ah Card) bagi Perbankan Syari’ah, disamping untuk meraih pangsa pasar, juga untuk menjalankan pergerakan keuangan sebagai wahana bagi masyarakat muslim untuk berta’awun dan ber-iktinaz[1]
Keberadaan kartu kredit sebagai akibat perkembangan teknologi, disamping sebagai alternatif alasan bagi pengguna uang yang lebih efektif dan praktis, juga merupakan nilai prestise tertentu bagi pengguna jasa tersebut.[2]
Berdasarkan perspektif diatas, Tujuan dalam tulisan ini, untuk mengetahui (1) Jenis-jenis akad yang terjadi ketika orang melakukan aplikasi kartu kredit sejak dari awal penerbitan kartu sampai berbelanja di Swalayan atau Grand Mall maupun ketika pemegang kartu itu melakukan penarikan tunai di ATM (2) Perbedaan kartu Kredit Syari’ah dengan Kartu Kredit Konvensional. (3) bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap multi akad yang terjadi dalam mekanisme penggunaan kartu kredit, sehubungan dengan ada hadits Saw Riwayat Turmudzi dari Abu Hurairah yang melarang melakukan satu akad dalam dua transaksi
B.   Sejarah Singkat dan Pengertian Kartu Kredit
Awal mula muncul Kartu Kredit, ketika seorang pengusaha besar di New York Amerika Serikat  tahun 1950 sedang menjamu atau bahasa gaulnya “ mentlaktir “ teman-temanya di sebuah restoran. Ketika selesai perjamuan, ketika tagihan datang dari pegawai restoran, pengusaha besar itu sangat terkejut dan “grogi” ketika mengambil dompetnya tidak ada atau tertinggal (tidak terbawa). Dalam keadaan panik pengusaha besar tersebut, terpaksa meninggalkan semacam kartu identitas sebagai jaminan kepada pihak Restoran.[3]
Berdasarkan kejadian yang tidak disengaja itu, pengusaha menjadi malu dan akhirnya terbesit sebuah ide atau gagasan yang cemerlang untuk melakukan  pembayaran dengan menggunakan alat yang sederhana semacam kartu yang dapat menggantikan uang tunai. Akhirnya pada tahun 1950 kartu kredit mulai dipasarkan sebagai alat pembayaran dan pengganti uang tunai.[4]
Kartu Kredit (Credit Card) adalah kartu yang diterbitkan oleh Bank atau lembaga lain yang mengizinkan bagi pemilik (pemegang) kartu untuk mendapatkan kebutuhannya dengan cara pinjaman. Kartu Kredit Syari’ah dalam bahasa Arab dikenal dengan “Bithaqah al-Iqrad”, istilah ini lebih tepat, karena al-iqrad adalah sistem hutang  pihutang yang sejak proses persyaratan sampai pelunasan pinjaman  dibangun berdasarkan syari’ah.[5]
C.   Karakter  dan Macam-Macam Kartu Kredit
Kartu Kredit dilihat dari segi hukum terdapat dua karakter atau sifat yaitu transaksi finansial dan kredit. Adapun dilihat dari sisi akad transaksi, kartu kredit itu jangkauan penggunaannya sangat luas, seperti transaksi jual beli biasa, baik jual beli barang atau jasa. Dengan demikian, akad ini menjadi instrumen yang telah disepakati oleh pakar-pakar perbankan untuk memberikan kesempatan kepada pemegang kartu itu mendapatkan semua yang dibutuhkannya secara kredit dan dilunasinya pada waktu yang telah ditentukan.[6] Jenis kartu ini yang paling banyak beredar dikalangan masyarakat modern, dengan kelebihan dan keistimewaannya yang tidak dimiliki oleh kartu lainnya, antara lain (1) kartu ini dipandang sebagai instrumen kredit yang hakiki, yang menjadi dasar pertimbangan dasar pembentukan akad antara issur bank (Bank Penerbit Kartu) dengan cadr Holder (Pemegang Kartu). (2) Bagi yang ingin mendapatkan kartu kredit tersebut tidak harus memiliki rekening tabungan di Bank issur card. (3) pemegang kartu tidak dituntut harus segera melunasi kreditnya, bahkan dibayar selama batas waktu yang telah disepakati antara issur card dengan card holder. (4) pelunasannya dilakukan dengan cara cicilan. (4) sebagian bank menerbitkan jenis kartu ini kadangkala tanpa melihat kepada pendapatan calon pemegang kartu (Card Holder).[7] Jenis-jenis kartu kredit tersebut adalah Visa Card, Master Card Dinars Card dan American Card.
Jenis-jenis kartu lain yang hampir sama dengan kartu kredit adalah : (1) Change Card yaitu kartu yang diterbitkan oleh issur bank kepada card holder untuk memperoleh kredit pada masa tertentu sesuai dengan kualifikasinya dan semuanya harus dilunasi pada masa yang telah disepakati sebelumnya. Issur bank akan menetapkan denda finasial dan bunga ketika terjadi keterlambatan pembayaran.[8] Jenis kartu ini tidak memberikan fasilitas cicilan dengan jumlah tertentu, tetapi merupakan suatu cara yang mudah mendapatkan kredit dalam batas minimal yang harus dibayarkan tiap bulannya. Karakter jenis kartu ini adalah pihak issur bank memberikan kesempatan kepada card holder untuk berbelanja dan menarik uang tunai dalam batas tertentu dan pada tempo tertentu, tanpa adanya angsuran dalam membayarkan jumlah tersebut. Apabila card holder  terlambat dalam  melunasi kredit tersebut maka ia diharuskan membayar bunga sesuai dengan perjanjian antara issur bak dengan card holder.[9] Perbedaan prinsip antara credit card dengan change card terletak pada cara membayarnya, kalau credit card card holder boleh memilihnya baik dengan cara angsuran atau sekaligus semua tagihan, sedang dalam change card, card holder dituntut untuk membayar semua tagihan di akhir bulan. (2) Debid Card yaitu penerbitan kartu ini mengharuskan pihak card holder memiliki rekening tabungan bank penerbit kartu, sehingga memberikan kesempatan kepada pihak issur bank untuk menarik (debit) dana card holder secara langsung dari tabungannya senilai barang atau jasa yang diperolehnya lewat penggunaan kartu debit tersebut. Jenis kartu ini semacam Kartu ATM yang sekaligus berfungsi sebagai alat pembayaran dalam transaksi bisnis atau jual beli barang atau jasa. Perbedaannya dengan credit card yaitu pada bank harus membayarkan nilai nominal yang tercantum dalam nota/dokumen yang diberikan oleh merchant. Adapun dalam debit card bank tidak punya hubungan dengan pinjaman, tetapi langsung mendebit nilai barang atau jasa yang dibeli card holder dari rekeningnya dan dimasukkan ke dalam rekening merchant tanpa melalui proses lain.[10]
D.   Unsur-Unsur Kartu Kredit Syari’ah
Pihak-Pihak yang terkait dengan aplikasi kartu kredit syari’ah secara garis besar adalah (1) Mushdir al-Bithaqah (Penerbit Kartu) adalah pihak yang menerbitkan dan mengelola kartu kredit, yang dalam hal ini adalah pihak Bank atau Lembagai keuangan lain. (2) Hamil al-Bithaqah (Pemegang Kartu) adalah nasabah bank sebagai card holder yang telah memenuhi persyaratan tertentu untuk diizinkan menggunakan kartu kredit. (3) Qobil al-bithaqah (Penerima Kartu), dalam hal ini Merchant dan Pedagang, yang ditunjuk oleh penerbit kartu untuk melayani transaksi dan menerima pembayaran atau penjualan barang atau jasa dengan kartu kredit, dan termasuk jaringan ATM yang ada diseluruh Negara.
E.   Mekanisme Aplikasi Kartu Kredit Syari’ah
1.    Permohonan Penerbitan Kartu Kredit 
a.  Nasabah (Card Holder) mengajukan permohonan kartu dengan memenuhi peraturan yang telah ditentukan, yaitu mengisi formulir permohonan kartu kredit, menyerahkan foto copi bukti diri (KTP) dan menyerahkan slip gaji atau surat ketarangan penghasilan.[11] 
b. Bank atau lembaga keuangan setelah menyetuji permohonan nasabah, sebelum menerbitkan kartu kredit, pihak bank atau lembaga keuangan mensurve atau meneliti langsung ke alamat calon pemegang kartu kredit (nasabah-card holder) atau cukup lewat telpon bahkan ada yang langsung diterbitkan kartu kreditnya karena nasabah dipandang sudah bonafit dalam kemampuan finansial.[12]
c.    Jika sudah terpenuhi persyaratan yang dimaksud, pihak nasabah mendapatkan kartu kredit dari Bank tersebut dengan kesepakatan segala biaya yang harus dikeluarkan ketika kartu kredit tersebut akan digunakan, semisal fee tahunan (membership fee), merchant fee, fee penarikan tunai, fee kafalah dan fee sebagai denda keterlambatan terhadap biaya-biaya yang telah dikeluarkan akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya yang telah jartuh tempo. Semua bentuk fee ini ditetapkan secara jelas dan tetap ketika akad berlangsung kecuali merchant fee, karena nominal merchant fee belum bisa dijelaskan secara pasti dan sangat tergantung dari jenis transaksinya.[13]
Membership Fee adalah iuran keanggotaan, termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang kartu, sebagai imbalan (ujrah) atas izin menggunakan kartu yang pembayarannya berdasarkan kesepakatan. Merchant fee yaitu fee yang diberikan oleh merchant kepada penerbit kartu sehubungan dengan transaksi yang  menggunakan kartu sebagai imbalan (ujrah) atas jasa perantara (samsaroh), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-Dayn). Fee penarikan uang tunai adalah fee atas penggunaan fasilitas kemudahan penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud) dari ATM sebagai fee atas pelayanan yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan. Fee  Kafalah  berarti penerbit kartu (pihak Bank atau lembaga keuangan) boleh menerima fee dari pemegang kartu atas pemberian kafalah.[14]
2.    Mekanisme Penggunaan Kartu Kredit
a.    Berbelanja di Merchant (Grand Mall atau Swalayan)
Pertama, ketika melakukan transaksi pembelian barang, pemegang kartu cukup menunjukkan atau menyodorkan kartu kreditnya kepada pihak merchant. Pihak Merchant menggesekan kartu tersebut pada sales draft dan muncul draf rincian nominal belanja yang kemudian pemegang kartu untuk menanda tanganinya dan pemegang kartu mendapatkan salinan draf tersebut. Kedua, Pihak Merchant akan menagihkan kepada Bank Penerbit Kartu atau lembaga keuangan berdasarkan bukti transaksi antara pemegang kartu dengan merchant.
Ketiga, Bank penerbit kartu atau lembaga keuangan akan membayar kembali kepada merchant sesuai dengan perjanjian yang telah mereka sepakati. Keempat, Pihak Bank atau lembaga keuangan akan menagih ke pemegang kartu berdasarkan bukti transaksi pembelian sampai batas waktu yang ditentukan. Kelima, Pemegang kartu akan membayar sejumlah nominal yang tertera dalam surat tagihan sampai batas waktu yang ditentukan dan apabila terjadi keterlambatan, maka pemegang kartu akan dikenai denda yang besar sesuai dengan ketentuan Bank Penerbit Kartu.[15] Kadangkala ada sebagian Bank Penerbit Kartu memotong lasung dari rekening card holder sebagai cicilan tiap bulan ditambah dengan biaya bunga atas kredit yang dipakainya dan ada juga bank yang tidak memotong langsung dari rekening tabungannya tetapi card holder sendiri yang menyetornya ke Bank baik lewat ATM atau langsung ke Kantor Cabang Bank Penerbit Kartu, hal ini sangat tergantung dari strategi Bank tersebut  sesuai dengan kepentingannya dan kebutuhan para nasabahnya.[16]
b.    Penarikan uang Tunai di ATM Bank Penerbit Kartu atau Bank Lain (ATM Bersama.
Pemegang Kartu Kredit dapat mengambil uang tunai di berbagai ATM yang tersebar di semua Negara, dengan prosedur cukup memasukkan kartu kreditnya di mesin ATM dengan mengetik PIN Kartu Kredit dan memilih menu penarikan tunai dengan jumlah menurut keinginan pemegang kartu. Dalam tenggang atau tempo satu bulan, pihak Bank Penerbit Kartu melakukan penagihan dengan mengirim surat tagihan yang berisi rincian nominal tarik tunai dan besar fee atas jasa penggunaan ATM Bank penerbit kartu atau Bank Lain yang tergabung dalam ATM Bersama. Pemegang kartu akan membayar sesuai dengan nominal tarik tunai ditambah nominal fee atas jasa pelayanan penggunakan ATM yang dapat dikategorikan sebagai fee ijarah.[17]
F.    Jenis-Jenis Akad Muamalah Dalam Mekanisme Penggunaan Syari’ah card

Mencermati mekanisme aplikasi kartu kredit sejak dari permohonan kartu kredit oleh nasabah kepada Bank atau lembaga keuangan sampai ketika nasabah melakukan perbelanjaan di Grand Mall atau swalayan maupun ketika melakukan penarikan uang tunai di ATM Bank penerbit Kartu atau Bank lain (ATM Bersama), maka secara hukum Muamalat terjadi multi atau kombinasi akad yaitu Akad Qardh, al-Ba’i (Jual Beli), Ijarah dan Kafalah.
Akad Qardh, (1) ketika terjadi perjanjian permohonan kartu kredit antara pihak penerbit kartu (Bank atau Lembaga Keuangan) sebagai Muqridh ( pihak pemberi pinjaman atau kreditur) dengan pemegang Kartu (Nasabah) seebagai Muqtaridh (pihak penerima pinjaman atau Debitur). (2) ketika terjadi penarikan uang tunai di ATM, pihak Bank Penerbit Kartu sekaligus pemilik ATM sebagai muqridh, sedang pemegang kartu atau penarik tunai di ATM sebagai muqtaridh.[18]
Akad al-Bai’ ( Jual Beli ), ketika terjadi transaksi antara pihak Merchant (Grand Mall atau Swalayan) sebagai Penjual dengan Pemegang kartu sebagai pembeli.
Akad Ijarah, dalam hal ini Penerbit kartu adalah sebagai penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu ketika melakukan transaksi berbelanja maupun melakukan  penarikan uang tunai di ATM dengan segala kemudahannya yang disebut dengan membership fee dan fee ijarah.[19]
Akad Kafalah, dalam hal ini penerbit Kartu (Bank atau Lemabaga Keuangan) sebagai Kafil (penjamin) bagi pemegang kartu terhadap Merchant (Grand Mall atau Swalayan) atas kewajiban bayar yang timbul dari transaksi antara pemegang kartu dengan Merchant, dan/atau ketika penarikan tunai dari selain bank atau ATM Bank Penerbit Kartu. Atas pemberian kafalah, pihak penerbit kartu dapat menerima fee dari pemegang kartu yang disebut dengan ujrah kafalah (upah penjaminan).[20]
Penjelasan jenis-jenis akad muamalah dalam mekanisme penggunaan kartu kredit syari’ah diatas, dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut :

G.   Persamaan dan Perbedaan Kartu Kredit Syari’ah dengan Kartu Kredit Konvensional

a.    Persamaan
Baik kartu kredit konvensional maupun kartu kredit syari’ah memiliki persamaan dalam hal iuran tahunan, pagu limit berdasarkan jenis kartu, menggunakan jasa layanan penyedia kartu global (Master Card), dapat digunakan untuk kegiatan dasar yaitu pembayaran secara kredit di merchant penyedia kartu global tersebut dan pembayaran tagihan bulanan seperti listrik, air dan telpon.[21]
b.    Perbedaan
Kartu Kredit Syari’ah menggunakan skema unik berdasarkan sistem syari’ah yaitu akad ijarah, kafalah dan qardh. Akad Ijarah adalah biaya  keanggotaan (iuran tahunan), kafalah adalah penjaminan transaksi, sedangkan qardh adalah pemberian pinjaman untuk pengambilan tunai.[22]
Kartu Kredit Konvensional disamping mengambil keuntungan dari akad. Seperti membership fee , denda keterlambatan dan fee penarikan tunai di ATM, juga yang tidak kalah pentingnya adalah mengutamakan sistem bunga berbunga berdasarkan pengamatan penulis pada kartu kredit BNI konvensional mencapai 3 – 4 persen per bulan. Kartu Kredit Konvensional ,bentuk-bentuk denda atas keterlambatan angsuran menjadi keuntungan Bank Penerbit Kartu Kredit Konvensional, sedang dalam kartu kredit syari’ah, bentuk-bentuk denda tersebut tidak menjadi keuntungan Bank Syari’ah, dan bukan jumlah bunga berbunga, tetapi dijadikan sebagi produk qardhul hasan yang akan disumbangkan ke Bazis dan bukan hak bank. Bnetuk denda dalam bank syari’ah ada dua macam, yaitu denda pertama adalah ta’widh sebagai biaya penagihan bank yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang disepakati antara card holder dengan Bank Penerbit Kartu. Denda kedua adalah denda keterlambatan yang besarnya berkisar 2-3 % dari jumlah tagihan.[23]
H.   Tinjauan Hukum Islam Terhadap Multi Akad Dalam Transaksi syari’ah Card

Permasaahan yang muncul akibat dari terjadi kombinasi akad dalam pengunaan kartu kredit syari’ah berbenturan dengan hadits nabi saw yang melarang dua transaksi dalam satu akad atau satu akad dalam dua transaksi, (Hadits Riwayat Turnudzi dari Abu Hurairah). Makna satu akad dalam dua transaksi dalam hadits tersebut masih menjadi perdebatan para ulama fiqh.[24]
Terlepas pro dan kontra tentang pemaknaan hadits tersebut, menurut hemat penulis dengan mengacu pada pendapat ulama Hanabilah, Malikiyah, dan Syafi’iyyah ketika membicarakan perpaduan akad jual beli dengan sewa atau akad sewa yang diakhiri  dengan kepemilikan barang ditangan penyewa. Mereka sepakat bahwa akad sewa bisa digabungkan dengan akad jual beli dalam satu transaksi, karena tidak ada hal yang menafikan subtansi kedua akad sepanjang kesepakatan atau syarat tersebut tidak bertentangan nash syara’ atau merusak kaidah syar’iyyah atau syarat-syarat tersebut menghilangkan subtansi akad.[25]
Akibat logis dari pendapat ulama Hanabilah, Malikiyah dan Syafi’iyyah, maka multi akad yang terjadi dalam mekanisme penggunaan kartu kredit syariah, sepanjang syarat-syarat yang diperjanjikan dalam akad tidak berlawanan dengan hukum Islam. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Saw : “ Orang-orang muslim terikat dengan syarat-syarat mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal, atau menghalalkan yang haram (HR. Turmudzi dari Abu Hurairah)[26]
Kebolehan transaksi dalam kartu kredit yang  didalamnya terdapat gabungan beberapa akad, di samping mengacu pada pendapat ulama Hanabilah, Malikiyah dan Syafi’iyyah diatas, juga didasarkan pada kaidah fiqh (hukum Islam ) : “Tidak dapat diingkari adanya perubahan hukum lantaran berubahnya masa”.[27] Hukum yang ada masa lalu didasarkan pada maslahah ketika itu, namun masa kini, maslahah telah berubah, maka hukumpun ikut berubah. Kaidah ini hanya berlaku di bidang muamalat dan bukan pada bidang ibadah.45
Maksud kaidah hukum Islam tersebut, jika dikaitkan dengan ketentuan hukum larangan hadits riwayat Turmudzi tentang dua transaksi dalam satu akad, maka pemahaman hadits dimaksud menghendaki pemahaman yang kontekstual, artinya ketentuan hukum larangan dua transaksi dalam satu akad dalam hadits Turmudzi didasarkan pada kondisi maslahah pada waktu itu, namun kondisi maslahah saat ini telah berubah, maka hukumpun ikut menyesuaikan maslahah tersebut.
Kombinasi atau multi akad dalam penggunaan kartu kredit, hakekatnya hanya satu akad yang terjadi yaitu akad qardh antara Bank penerbit kartu (pihak pemberi hutang) dengan pemegang kartu (pihak yang menerima hutang).  Sedangkan akad-akad lain yang menyertai penggunaan kartu kredit terjadi karena ada pihak-pihak lain yang pada intinya sebagai sarana untuk memudahkan  pemegang kartu memenuhi kepentingan dan kebutuhan hidupnya.

I.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.  Akad – akad muamalah yang menyertai mekanisme penggunaan kartu kredit syari’ah adalah (a) akad Qard, ketika pemegang kartu (sebagai muqtaridh-debitur) mengajukan permohonan kartu kredit kepada Bank penerbit kartu(sebagai muqridh-kreditur) dan ketika pemegang kartu melakukan penarikan tunai di ATM. (b) akad al-bai’ (jual beli), ketika pemegang kartu melakukan transaksi berbelanja   di merchant atau ditempat lain. (c) akad kafalah, yaitu Penerbit Kartu adalah penjamin (Kafil) bagi pemegang kartu terhadap merchant (swalayan) atas semua kewajiban bayar akibat transaksi antara pemegang kartu dengan merchant(swalayan) dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank penerbit kartu. (d) akad ijarah, dimana Penerbit kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu ( Pemegang kartu dikenakan membership fee)
2.   Perbedaan kartu kredit syari’ah dengan kartu kredit konvensional. Kartu Kredit Syari’ah dalam Pengambilan keuntungan lewat skema unik yaitu akad ijarah, dan kafalah. Akad ijarah adalah iuran tahunan (biaya keanggotaan). Kafalah adalah  fee penjaminan transaksi dll. Kartu Kredit Konvensional dalam Pengambilan keuntungan disamping mendapatkan membership fee, fee ijarah, termasuk segala macam denda keterlambatan pemegang kartu atas kewajiban bayar yang telah jatuh tempo, juga yang tidak kalah penting adalah mengutamakan adanya bunga berbunga yang dibebankan kepada pemegang kartu sebesar 2-4 % perbulan terhadap nominal jumlah hutang.
3. Multi akad muamalah yang terjadi dalam penggunakan kartu kredit syari’ah diperbolehkan dalam hukum Islam dan tidak termasuk kategori larangan hadits terhadap satu akad dalam dua transaksi dengan mendasarkan pada dalil hukum maslahah.

Daftar Pustaka
Abdul Wahab Ibrahim Abu sulaiman, 2006, Banking Card Syari’ah Kartu Kredit  dan Debid Dalam Perspektif Fiqh, Jakarta : PT RajGrafindo Persada

Ahmad Ifham Solihin, 2008, Ini Lho, Bank Syari’ah, Jakarta : PT Grafindio Media Pratama

Al Amien Ahmad,1998, Jual beli Kredit, Jakarta ; Gema Insani.

Arifin, 2002,  Dasar-Dasar Manajemen Bank Syrai’ah, Jakarta : Alvabe
Asmuni A. Rahman, 1976, Qa’idah Qa’idah Fiqih, Jakarta ; Bulan Bintang

Harun, 2008, Bisnis Waralaba Perspektif Hukum Islam Tinjauan Aspek Yuridis Peraturan Waralaba di indonesia,  Surakarta : Tesis Pasca Sarjana Ilmu Hukum UMS

Kasmir, 2002 , Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hal. 320.

Muhammad Kholidin,2003, Kartu Kredit Perspektif Hukum Islam, Surakarta : Skripsi FAI – UMS

Muhammad Syafi’i Antonio, 2002, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, Jakarta : Gema Insani,

Turmudzi, 2002, Sunan al-Turmudzi wa huwa al-Jami’u al-Shahih , Beirut ; Dar al-Kutub al-Ilmiyah

Wahbah az-Zuhaili, 2002, al-Muamalah al-Maliyah al-Mu’ashirah, Damaskus ; Dar al-Fikr.




[1] Arifin, 2002,  Dasar-Dasar Manajemen Bank Syrai’ah, Jakarta : Alvabet, hal.13. Iktinaz yaitu menahan uang dan membiarkannya menganggur atau tidak berputar dikalangan yang lebih luas.
[2] Muhammad Kholidin,2003, Kartu Kredit Perspektif Hukum Islam, Surakarta, FAI, hal. 4
[3] Ibid., hal 18
[4] Ibid.
[5] Abdul Wahab Ibrahim Abu sulaiman, 2006, Banking Card Syari’ah Kartu Kredit  dan Debid Dalam Perspektif Fiqh, Jakarta : PT RajGrafindo Persada, hal.4
[6] Ibid., hal. 48.
[7] Ahmed A. Melhem, 1990, The Legal Regime Card a Comparatifve Studi Between American, British and Kuwait with References to Credit Card, thesis for degree of Ph. D in faculty of Law, Uni. Of Exeter, dalam Abdul wahab Ibrahim Abu Sulaiman, 2006, Op.Cit., hal. 48-49.
[8] Ibid., hal. 52.
[9] Ibid., hal. 53.
[10] Ibid, hal.62 – 63.
[11] Muhammad Kholidin, Op.Cit., hal.22
[12] Ibid.
[13] Ahmad Ifham Slihin, 2008, Ini Lho, Bank Syari’ah, Jakarta : PT Grafindio Media Pratama, hal. 231
[14] Ibid. Kafalah adalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil – pihak penerbit kartu) kepada pihak ketiga (merchant- swalayan/pedangang) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (Pemegang Kartu).(Lihat Muhammad Syafi’i Antonio, 2002, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, Jakarta : Gema Insani, Hal. 123 )
[15] Kasmir, 2002 , Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hal. 320.
[16] Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, Op.Cit., hal. 50.
[17] Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atau manfaat atas barang/jasa dalam batas tertentu dg pembayaran upah (sewa) tanpa diikuti pemindahan kepemilikan.( Lihat  Harun, 2008, Bisnis Waralaba Perspektif Hukum Islam Tinjauan Aspek Yuridis Peraturan Waralaba di indonesia,  Surakart : Tesis Pasca Sarjana Ilmu Hukum UMS, hal. 59
[18] Ahmad Ifham Solihin, Op.Cit., hal. 230
[19] Ibid.
[20] Ibid. Hal. 229
[21] Ahmad Ifham Solihin, Op.Cit., hal.233
[22] Ibid., hal. 232
[23] Ahmad Ifham Solihin, Op.Cit., hal. 234.
[24] Pendapat Imam Turmudzi mengatakan sebagian ahli ilmu menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dua transaksi dalam asatu akad adalah seorang penjual mengatakan saya menjual baju ini seharaga sepuluh ribu secara kontan dan dua puluhribu secara kredit.(lihat Al Amien Ahmad,1998, Jual beli Kredit, Jakarta ; Gema Insani.hal. 30). Imam Syafi’i mengatakan yang dimaksud dengan dua transaksi dalam satu akad adalah jika seorang penjual mengatakan saya menjual rumahku kepadamu dengan harga sekian dengan syarat kamu harus menjual anakmu dengan harga sekian
[25] Wahbah az-Zuhaili, 2002, al-Muamalah al-Maliyah al-Mu’ashirah, Damaskus ; Dar al-Fikr., hal.410-412 
[26] Turmudzi, 2002, Sunan al-Turmudzi wa huwa al-Jami’u al-Shahih , Beirut ; Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Cet. I, hal. 320. 
[27] Asmuni A. Rahman, 1976, Qa’idah Qa’idah Fiqih, Jakarta ; Bulan Bintang, hal. 107-108